''Jati Wangi'' yang Bikin Wangi Jati Wangi
Setiap mendengar kalimat ''Jati Wangi'' pikiran kita pasti akan tertuju pada genteng press berkualitas tinggi.
Tapi jangan salah, Jati Wangi bukan merek genteng. Jati Wangi merupakan nama sebuah desa di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, yang terkenal sebagai pusat produksi genteng press terbaik di Indonesia.
Di Desa Jati Wangi, ada ratusan pengusaha genteng press. Karena itu, tidak heran kalau semuanya menempelkan kalimat ''Jati Wangi''.
Selain sebagai penanda bahwa genteng tersebut berasal dari Jati Wangi, pencantum kalimat ''Jati Wangi'' juga membuat konsumen percaya pada kualitas genteng tersebut.
Jati Wangi memang sudah identik dengan genteng bermutu. Pencantuman kalimat ''Jati Wangi'' menjadikan genteng tersebut tetap eksis di pasar berkompetisi dengan genteng sejenis dari Sokaraja (Banyumas), Kebumen dan Jepara. Ketiganya dari wilayah Jawa Tengah.
Sudah tak terhitung lagi, berapa kali saya lewat Jati Wangi selama 15 tahun terakhir ini. Tapi baru sekali saya singgah di sana. Itu pun gara-gara kebelet pipis setelah tiga jam mengemudi dari Cikampek untuk mudik ke Jawa Tengah, Selasa (29/7).
Hari masih pagi ketika saya singgah di SPBU Al Ma'soem Group, Jati Wangi. Baru sekitar pukul 09.00.
Sambil melepas penat, saya sempatkan waktu mampir ke sebuah pabrik genteng press yang berada di samping SPBU milik Kyai pengasuh Pondok Pesantren Al-Ma'soem itu.
''Sejak seminggu sebelum Lebaran, pabrik libur. Aktif lagi seminggu setelah Idul Fitri,'' jelas Asep, tukang ojek yang mangkal di depan pabrik genteng itu.
Meski tidak ada aktivitas, pabrik dibiarkan saja terbuka. Karena itu, saya pun memberanikan diri untuk mengintip fasilitas produksinya.
Di halaman belakang terlihat gundukan tanah yang sudah terpakai sebagian. Rupanya itu tumpukan bahan baku genteng. Ada yang sudah diayak lembut. Ada yang masih bahan mentah dan kasar.
Tak jauh dari tanah ayakan, teronggok sebuah mesin pengaduk berukuran besar dan selang air. Ternyata alat ini mirip dengan mixer untuk mengaduk adonan kue.
Tanah adonan yang sudah siap, kemudian dicetak di cetakan genteng dari besi, kemudian dipadatkan dengan mesin press hidraulik. Inilah rahasianya, mengapa semua genteng Jati Wangi selalu presisi kepadatan, bentuk dan ukurannya.
Genteng yang sudah dicetak kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di rak bambu yang terlindung dari panas matahari langsung. Dengan teknik ini, genteng basah tidak berubah bentuk atau retak ketika kering.
Tahap produksi terakhir adalah pembakaran dengan tungku raksasa. Satu tungku terkecil mampu membakar 15 ribu buah genteng dalam waktu sekitar 8 jam. Tungku yang lebih besar berdaya tampung 34 ribu buah genteng!
Semua genteng dinaikkan ke atas tungku yang tingginya sekitar 5 meter. Untuk menata genteng tersebut, genteng itu harus diangkat dengan naik tangga.
Untuk memanaskan tungku, digunakan kayu bakar. Sekali pembakaran, tungku kecil butuh kayu bakar sekitar dua truk. Kayu bakar itu dibeli dari penduduk sekitar hutan, bahan kayu didapat dari proyek pemangkasan cabang-cabang kayu milik Perhutani, agar batang pohonnya meninggu.
Lima tahun lalu, pabrik genteng tidak menggunakan kayu bakar untuk membuat genteng. Mereka menggunakan tungku raksasa dengan bahan bakar minyak tanah.
Sejak pemerintah melakukan program konversi ke LPG, penggunaan minyak tanah menjadi tidak efisien. Hilangnya subsidi minyak tanah membuat biaya produksi genteng juga meningkat. Karena peningkatan harganya terlalu tinggi dibanding daya beli masyarakat, penggunaan kayu bakar menjadi tak terelakkan lagi.
Akibatnya, banyak tungku raksasa berbahan bakar minyak tanah sekarang mangkrak. ''Semua yang ada cerobong tinggi itu adalah tungku minyak tanah,'' kata Asep.
Pengusaha genteng di Jati Wangi tidak ada lagi yang mau mengoperasikan tungku minyak tanah. Bahkan, ada yang sudah merobohkan cerobong-cerobong itu, karena tidak terpakai lagi. ‘’Kalau dibiarkan, lama-lama ambruk juga karena keropos,’’ jelas asep.
Namun, masih ada sekitar 5 cerobong yang dibiarkan berdiri dan dirawat pemiliknya. Konon, karena pemiliknya ingin agar generasi mendatan bisa mengenal sejarah industri genteng yang telah membuat wangi Jati Wangi ke seluruh pelosok Negeri.
Komentar
Posting Komentar