Ketika ‘’Dul’’ Menjadi ‘’Ngik’’
Tentara Turki menembahkan meriam tanda dimulainya 1 Ramadan.(Foto: AFP) |
Ketika masih duduk di sekolah dasar tahun 70-an, duduk di
pinggir desa menjadi sebuah kebiasaan menjelang saat berbuka puasa. Dari
pinggir sawah itu, saya dan kawan-kawan sepermainan bisa memandang ke arah kota
Purwodadi yang berjarak sekitar 5 kilometer.
Tentu ada satu hal yang kami tunggu: dul! Ya, setiap sore
kami berlama-lama memandang langit di utara untuk melihat kepulan asap putih
yang melesat ke atas disusul dengan suara letusan yang menggelegar. ‘’Dul!’’
Itulah letusan peluru meriam yang ditembakkan ke udara dari
halaman Masjid Agung Baitul Makmur di samping Pendopo Kabupaten Grobogan. Dul
menjadi penanda satu-satunya tanda berbuka puasa di seluruh Kabupaten Grobogan.
Setelah terdengar bunyi letusan itu, kami berlari secepat-cepatnya menuju
masjid untuk memukul kentongan dan beduk agar seluruh warga desa berbuka puasa.
Selama bulan Ramadan, ada dua hari yang diwarnai dengan ‘’dul’’
istimewa, yakni dul tanda dimulainya bulan Ramadan, dul tanda memasuki 10 hari
pertama, 10 hari kedua, 10 hari ketiga dan dul tanda berakhirnya bulan Ramadan.
Dul istimewa itu ditandai dengan tembakan meriam 10 kali. Khusus untuk penanda
akhir Ramadan, dul-nya sebanyak 30 kali.
Ketika saya duduk di bangku sekolah menengah pertama, di
Purwodadi sudah berdiri sebuah stasiun radio. Namanya Radio Siaran Pemerintah Daerah
(RSPD). Bersamaan dengan itu, dul sudah tidak terdengar lagi. Dul diganti
dengan ‘’ngik’’, sebutan masyarakat untuk menyebut suara sirine. Ngik disiarkan
melalui radio satu-satunya di Purwodadi saat itu.
Sejak ada ‘’ngik’’, kesibukan kami menjelang berbuka puasa
pun tidak lagi nongkrong di sawah pinggir desa. Kami ke masjid di depan rumah untuk
mendengarkan ‘’ngik’’ dari RSPD lalu memukul kentongan dan beduk untuk
masyarakat desa.
Di Jakarta saya tidak pernah mendengar dul dan ngik. Tanda
awal dan akhir puasa Ramadan diganti dengan pengumuman sidang isbat dari radio
dan televisi. Zaman memang telah berubah.
Komentar
Posting Komentar