Peluang Franchise Home Industry Tempe

Pasar Kelas Menengah Terbuka Lebar

Tempe adalah produk olahan kedelai paling popular di Indonesia. Belum ada produk olahan kedelai lainnya yang bisa mengalahkan kehebatan tempe.

Bayangkan, kebutuhan kedelai di Indonesia mencapai 2 juta ton per tahun. Sebanyak 800 ribu ton diproduksi di dalam negeri. Sisanya sebanyak 1.2 juta ton diimpor dari berbagai negara sub tropis di Amerika Latin.

Dari 2 juta ton kebutuhan kedelai nasional, sebanyak 80 persen terserap di industri tempe dan tahu. Artinya, industri rakyat itu membutuhkan suplai kedelai sebesar 1,6 juta ton sendiri. Sisanya dihabiskan industri makanan dan minuman berbasis kedelai seperti susu kedelai dan lain-lain.

Bila 1,6 juta ton kedelai berputar di industri tempe dan tahu, modal yang berputar di dua jenis makanan rakyat itu tidak kurang dari Rp 16 triliun per tahun. Asumsinya, harga kedelai berkisar Rp 10 ribu per kilo, termasuk ongkos kirimnya.

Berdasarkan pengalaman para perajin tempe, 1 kilogram kedelai bisa menghasilkan setidak-tidaknya 1,6 kilogram tempe. Dengan harga tempe mentah saat ini ada dalam kisaran Rp 17 ribu, maka bisnis tempe memberikan nilai tambah Rp 7 ribu per kilogram.

Dari selisih sebesar itulah, para pengusaha tempe ditantang kepiawaiannya dalam manajemen. Apakah mereka bisa menghasilkan untung yang besar, atau malah tidak untung.

Dalam industri skala rumah tangga dengan kapasitas produksi 40 kilogram kedelai per hari, bisnis tempe bisa mendatangkan keuntungan bersih setidaknya Rp 10 – 12 juta per bulan. Sedangkan kapasitas produksi 20 kilogram per hari menghasilkan laba netto sebesar Rp 2 - 3 juta per bulan.

Meski jumlah pengusaha tempe sudah sangat banyak, sebenarnya prospek pasar tempe masih terbuka lebar. Sebabnya, hampir seluruh pengusaha tempe berebut pada segmen kelas bawah. Sementara segmen menengah dan atas hampir tidak disentuh.

Cobalah kunjungi konter sayuran di modern market. Apakah Anda menemukan tempe di antara deretan sayuran dan bahan makanan? Mungkin Anda hanya akan menemukan tahu. Tetapi tidak untuk tempe. Kalau pun ada, tidak setiap hari atau jumlahnya terbatas dan hanya di outlet-outlet tertentu.

Tumbuhnya kelas menengah di Indonesia sepertinya tidak diantisipasi para pengusaha tempe yang tetap memproduksi dan memasarkan dengan gaya tradisionalnya. Mayoritas pengusaha tempe adalah produsen sekaligus agen tempe.

Mereka membangun pola bisnis dengan para pedagang sayuran di pasar-pasar tradisional sejak puluhan tahun lalu hingga sekarang. Ketika masyarakat kelas menengah tumbuh begitu pesat dengan gaya belanja di modern market, distribusi tempe tidak bergerak dari pasar becek atau pasar tradisional.

Jadi, bila Anda ingin berbisnis tempe, buatlah tempe yang sesuai dengan cita-rasa dan gaya hidup kelas menengah atas. Tempe kelas menengah tentu harus diproduksi dengan cara produksi makanan yang baik dan higienis. Tempe kelas menengah juga harus tampil dengan bentuk yang lebih bervariasi dan modern. Tren gaya hidup sehat di kalangan kelas menengah atas bisa dijawab dengan kehadiran tempe berbahan kedelai organik.

Bila sudah bisa membuat produk yang berbeda, pemasarannya harus fokus di segmen kelas menengah atas pula. Modern market, toko bahan makanan dan sayuran segar di kompleks perumahan modern, apartemen, rusunawa, catering, restoran dan rumah sakit adalah pusat-pusat distribusi baru yang bisa dimasuki.

Prospek tempe kelas menengah cukup menjanjikan untuk memenuhi permintaan konsumen di kota-kota menengah dan besar yang sedang tumbuh. Di luar Jawa, prospek tempe lebih menarik lagi, karena pemainnya lebih sedikit. Bahkan, masih ada kota-kota di luar Jawa yang mendatangkan tempe dari kota lain sehingga harganya relatif mahal.

Strategi memproduksi tempe kelas menengah atas inilah yang akan diberikan sahabat saya, Iman, pengusaha tempe di Jakarta Pusat, melalui franchise pabrik tempe skala home industri. Sarjana teknik informatika yang pernah menjadi manager di sebuah perusahaan pembangun aplikasi itu sejak tiga tahun lalu meninggalkan pekerjaannya yang ‘’keren’’ dengan terjun ke bisnis tempe. ‘’Saya tidak menyesal menjadi pengusaha tempe. Justru saya menyesal, mengapa tidak saya tekuni lebih awal,’’ kata Iman.

Bagaimana dengan Anda?

Yang tertarik dengan franchise home industry tempe bisa mengirimkan surat melalui alamat email saya: intartosaja@gmail.com



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Berita Video ke Redaksi TV

Panduan Praktis Menulis Biografi

Peluang Bisnis Tahu Nigarin Organik