Satu Jam Bersama Manusia Setengah Bionic


Jarum jam sudah menunjukkan pukul 20.00 saat saya tiba di Apartemen Capital di SCBD, Jumat malam. Terlambat satu jam dari jadwal, karena macetnya jalan di sepanjang kawasan Kuningan.

Zaini dan Imam sudah tiba dua jam sebelumnya. Keduanya menunggu saya di lobi apartemen. Kami bertiga memang janjian di apartemen milik Grup Artha Graha itu untuk bertemu Pak Dahlan Iskan yang baru tiba dari Singapura, Jumat petang.

Senyum mengembang ketika wajah saya nongol dari balik pintu. “Assalamu’alaikum JTO... Apa kabar?” ujar Pak Dahlan sambil selonjoran di sofa membaca novel setebal 700-an halaman.

Sekilas tidak ada yang berubah. Pak Dahlan terlihat sehat. Tidak tampak raut wajah yang kesakitan atau sedang menahan sakit.

Semua terlihat normal. Memang sedikit kurus. Mungkin karena beberapa waktu terakhir ini sedang menjalani perawatan medis. Tapi secara umum Pak Dahlan tidak berubah.

Gerakannya tetap gesit. Suaranya tetap melengking.

Sambil menunggu sop buntut siap disantap, Pak Dahlan membuka pembicaraan dengan memperlihatkan sepotong selang yang terbungkus kantong plastik. Diameternya seukuran jari telunjuk rata-rata orang dewasa.

“Selang itu dipasang di sini ke arah sini,” kata Pak Dahlan sambil menggerakkan telunjuk dari dada ke perut.

“Selang itu yang dipasang?” tanya saya.

“Sejenis ini. Tapi ukurannya empat kali lebih besar,” jawabnya sambil terkekeh.

Deg!

Tidak pernah terbayangkan kalau Pak Dahlan yangenergik itu sekarang harus ada tambahan “organ” baru setelah terjadinya kondisi “aortha dissection”.

Saya kira “organ” baru itu adalah sebuah selang plastik. Warnanya transparan. Di sepanjang selang tampak kawat tipis.

Saya beranikan diri untuk memegang selang itu. Saya pencet-pencet, ternyata elastis. “Ini yang yang menbuat Abah menjadi manusia setengah bionic?” tanya saya penasaran.

“Ayo makan sop buntutnya,” kata Pak Dahlan tanpa menjawab pertanyaan saya.

“Ini asli buatan istri saya,” lanjut mantan Menteri BUMN itu.

Saya, Zaini dan Imam segera menyantap hidangan yang lezat itu. Tak sampai seperempat jam, seluruh sop buntut sudah habis. Hanya tersisa kuahnya saja.

“Abah boleh makan sop buntut?” tanya saya.

“Boleh. Tidak ada pantangan. Saya kan sehat,” jawabnya.

Setelah makan, pembicaraan berlanjut ke masalah website. “Ini Mas Zaini yang mendesain website. Ini Mas Imam yang akan menangani promosi website itu melalui media sosial,” papar saya.

Pak Dahlan mengangguk-angguk sambil tersenyum. “Anda atur apa saja isinya,” sahut Pak Dahlan.

Beberapa isi yang dipesan Pak Dahlan adalah kolom artikel yang akan terbit setiap hari, arsip artikel lama yang masih relevan, e-book semua buku yang telah ditulis dan kutipan komentar pembaca.

“Saya titip ada kolom yayasan budaya Indonesia - Tionghoa yang saya pimpin dan kolom pesantren yang saya bina. Bagaimana mengaturnya, saya nggak tahu,” lanjut Pak Dahlan.

Dalam percakapan tersebut, Pak Dahlan berpesan agar website DI’s Way dikelola sebuah korporasi. “Kontennya dari saya, tetapi pengelolanya perusahaan Anda saja,” kata Pak Dahlan.
Menurut rencana, website akan dipublikasikan pada tanggal 9 Februari 2018 bertepatan dengan Hari Pers Nasional yang berlangsung di Padang, Sumatera Barat. “Saya hanya 3 hari di Indonesia. Setelah itu kembali ke Singapura lalu ke Johor. Saya balik ke Tanah Air menjelang 9 Februari karena saya akan hadir di acara Hari Pers Nasional,” jawabnya.

“Jadi website akan dilaunching di Padang?” tanya saya.

“Terserah Anda. Di Padang boleh, di Jakarta boleh. Di Surabaya boleh. Tidak pakai acara juga boleh. Yang penting tanggal 9 Februari online,” jawab Pak Dahlan.

DI’s Way akan menjadi website resmi Pak Dahlan. Di situs inilah Pak Dahlan akan menulis setiap hari. Tema tulisannya beragam, mulai inspirasi bisnis, teknologi, industri dan tentu saja media komunikasi.

“Anda bisa jadi editornya kan?” tanya Pak Dahlan.

“Siap!” jawab saya.

Tak terasa, sudah satu jam kami berbincang. Mamak sudah hampir setengah jam masuk kamar dan tidak keluar lagi. Sepertinya sudah tidur. Kami bertiga pun berpamitan, karena sudah ada tamu kedua yang menunggu.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengirim Berita Video ke Redaksi TV

Panduan Praktis Menulis Biografi

Peluang Bisnis Tahu Nigarin Organik